Rabu, 31 Oktober 2007

MY WORD WHEN RAMADAN

Ramadan kali ini rasanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Aku ngejalanin Ramadan kali ini bersama “makhluk asing” yang tidur di tubuhku. Sebenarnya “makhluk asing” ini ada macem-macem. Tergantung dari mana dia berasal. Ada yang muncul akibat kelainan genetis, ada juga yang muncul akibat dari gaya hidup modern yang makin ga sehat. Akibat yang ditimbulkannya juga beragam. Ada yang langsung ngancurin tubuh korbannya, ada yang ngancurinnya pelan-pelan. Nama kerennya tumor dan kanker. Untungnya “makhluk asing” ini masuk golongan yang kedua jadi masih ada waktu buat diserang balik.

Hari pertama Ramadan pas hari chemoterapi yang keduabelas. Jam 3 pagi aku bangun bukan buat sahur tapi siap-siap ke Bandung. Semuanya berjalan seperti ritual chemo yang udah-udah. Yang beda cuma obatnya aja. Maafin yaa… klo cerita tentang chemo ga diceritain semuanya. Soalnya tiap kali ingat chemo, otomatis rasa mual di perut kembali nyerang.

Hari kedua aku udah ada di rumah. Tapi dengan kondisi yang berbeda. Tubuhku ga bisa digerakin. Tiap 10 menit sekali rasa mual yang hebat datang menyerang. Semua yang udah dimakan keluar lagi. Saking parahnya ga jarang keluar cairan yang rasanya asam dan pahit.

Hari-hari berikutnya juga ga berbeda. Akhirnya ortuku berinisiatif untuk bertemu langsung dengan dokter, berkonsultasi tentang keadaanku. Sore harinya pas adzan Maghrib berkumandang, mereka pulang bawa obat yang kuharap bisa ngurangi rasa mual.

Esok harinya obat itu mulai bekerja. Frekuensi muntah sedikit berkurang. Rutinitasku pun ada sedikit perubahan yang asalnya cuma duduk dan tiduran di kamar jadi lebih bervariasi. Aku udah mulai bisa jalan-jalan walau masih di sekitar rumah. Baca buku juga ga bikin mata berkunang-kunang. Lihat perkembangan ini membuatku optimis bisa kumpul di sekolah.

Hari kelima ada perubahan lagi dalam rutinitasku. Siang hari aku harus tranfusi darah karena pengaruh obat chemo membuat darahku rusak. Satu hari aku tinggal di RS Jasa Kartini. Selama satu hari itu aku menghabiskan dua labu darah.

Semua kegiatanku hampir sama sampai hari Minggu. Kondisiku udah mulai membaik. Aku udah ga sabar untuk masuk sekolah. Tapi makin siang semangatku makin menurun. Ada yang ga beres dengan kepalaku. Tiap kali melangkah kepalaku sakit. Begitu juga saat kepalaku menyentuh bantal. Sore hari rasa sakit itu makin menjadi. Aku berusaha sebisa mungkin buat menyembunyikannya dari ortuku.

Sampai malam hari rasa sakit itu masih ada. Membuatku ga bisa tidur. Sekalinya tidur cuma setengah jam. Setelah itu bangun terus sampai sahur. Paling lama Cuma satu jam pas beres sholat Subuh.

Lihat orang lain sekolah membuatku iri. Aku cuma bisa lihat mereka dari balik jendela sambil menahan sakit kepala yang masih terus menyerang. Ingin rasanya nangis. LDKS pun makin membuat pikiranku kacau. Ditambah dengan salah satu sahabatku yang mengalami kecelakaan mobil. Satu dua hari aku masih bisa bersabar. Sampai suatu ketika rasa bosan memuncak. Aku udah ga tahu apa yang harus kulakukan buat ngusir kebosanan ini.

Beruntung tiga orang sahabatku datang berkunjung. Mereka pulang dari Banjar menjenguk Iki yang mengalami kecelakaan. Saat itu aku merasa bagaikan menemukan oasis di tengah gurun yang kering. Aku curhat habis habisan sama mereka. Kami memang udah bersahabat sejak lama. Selesai menumpahkan semua unek-unekku, kami langsung sharing. Banyak yang kami bicarakan. Salah satu yang paling kuingat adalah “saat kita dalam masalah, jangan ada pertanyaan why me? Karena secara ga langsung kita berdoa agar masalah kita menimpa pada orang lain”. Setelah mendengar kalimat itu aku jadi jarang mengeluh.

Usai mendapat pencerahan, beberapa hari kemudian datang masalah baru. Hidup memang ga akan seru tanpa masalah. Teman sekolahku ngabar klo UN nanti mata pelajaran ditambah lagi jadi enam. Meskipun belum pasti, tapi hal itu cukup untuk membuatku melamun lebih dari setengah jam.

Ga tau apa yang dipikirin sama MenDikNas. Kayaknya klo udah diresmiin bakalan banyak yang protes. Ditambah lagi jumlah murid kelas 3 yang Cuma 12 orang. Denger punya denger katanya kelas 3 yang sekarang UN nya bakalan ditempat lain.

Aku coba buat don’t care sama masalah-masalah itu. Tapi makin ga pingin dipikin, makin kepikiran. Masalah kesehatan belom kelar udah ada masalah baru. Hidup emang ga seru klo ga da masalah, tapi klo hidup isinya masalah semua, apa serunya??? Tanya kenapa?

Udah hampir seminggu habis buat mikirin masalah itu. Tapi jawabannya nihil. Malah bikin kepalaku tambah botak n tambah pusing. H-7 Lebaran. Orang-orang udah mulai sibuk persiapan mudik. Apa yang kulakukan? Jawabannya sama seperti hari hari sebelumnya.

Kalo dipikir puasa kali ini adalah puasa yang paling monoton. Ibadahku pun ga banyak. Hanya sholat fardu, sholat sunah dan ngaji Al quran. Puasa juga enggak. Apalagi sholat tarawih. Pernah nyobain puasa pas hari ke 24. Baru sampe tengah hari badan rasanya udah ga karuan. Besoknya drop lagi.

Akhirnya datang hari Jumat. Hari Lebaran bagi Muhammadiyah. Berhubung NU, jadi aku Lebarannya hari Sabtu sama kayak peraturan pemerintah. Malamnya malam takbiran. Kumandang takbir terdengar di mana-mana. Ga tau kenapa, sejak 3 tahun yang lalu tiap kali dengerin suara takbir pasti aja langsung nangis.

Itulah sebagian kecil dari pengalamanku saat bulan Ramadan. Sebenarnya masih banyak yang terjadi, tapi karena alasan tertentu tidak semua bisa dituliskan.

THE END

1 komentar:

Ilham Gemilang mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.